Banjir Jayapura, Filep Soroti Faktor Lingkungan & Pengawasan RTRW

JAGAPAPUA.COM - Senator Filep Wamafma menyampaikan duka yang mendalam atas bencana alam banjir dan tanah longsor yang terjadi di Jayapura, Papua. Banjir dan tanah longsor ini telah mengakibatkan sebanyak 8 orang meninggal dunia, 7.005 orang mengungsi hingga merendam ribuan rumah milik warga serta fasilitas-fasilitas vital di Jayapura.

Menurut Filep, banjir di wilayah ibu kota Provinsi Papua ini termasuk yang terparah sehingga pemerintah perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh. Senator Papua Barat ini menyebut terjadinya banjir besar pada pekan lalu itu mengindikasikan adanya darurat lingkungan yang sedang berlangsung di wilayah Papua, khususnya Jayapura.

“Kita lihat bahwa ini peristiwa yang langka karena menurut hemat kami, Papua sangat nyaman lingkungannya tetapi kemudian dengan terjadi peristiwa ini berarti sebenarnya Papua itu darurat lingkungan, sangat darurat. Ini suatu bencana yang sangat luar biasa apalagi telah menelan korban nyawa, harta. Oleh sebab itu perlu evaluasi total kaitan dengan lingkungan di Papua,” ujar Filep Wamafma dalam wawancara bersama iNews, Jumat (7/1/2022).

Ia menuturkan, adanya perubahan dan alih fungsi hutan dijadikan lokasi pembangunan juga mengakibatkan semakin minimnya daerah-daerah penyerapan air. Selain itu, ia juga menyoroti penggunaan material-material dari alam sekitar untuk pembangunan menjadikan hilangnya daya dukung lingkungan. Hal ini termasuk menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya banjir besar hingga tanah longsor saat ini.

“Apalagi kalau kita lihat konstruksi di kota Jayapura, gunung-gunung itu diambil materialnya untuk pembangunan sehingga tidak ada penahan, alur sungai itu kan jadi tertutup. Menurut saya itu juga menjadi bagian dari faktor yang berdampak bencana hari ini,” terangnya.

Dengan kondisi ini, tingginya intensitas curah hujan mengakibatkan debit air yang sangat besar tak mampu ditahan hingga mengalir deras ke sungai-sungai di dekat pemukiman warga dan meluap merendam wilayah Jayapura. Terlebih menurutnya, pembangunan kota-kota di Papua mayoritas berada di bawah gunung atau berada di lembah juga membutuhkan penataan wilayah perkotaan sangat perlu diperhatikan agar terhindar dari bencana.

Lebih lanjut, ia menilai pengawasan pemerintah daerah maupun pihak-pihak terkait juga sangat kurang. Pemerintah terkesan kurang tegas dalam pengawasan yang menyebabkan pembangunan dilakukan bukan lagi berdasarkan kehendak dari konsep tata ruang dan wilayah melainkan berdasarkan pada keinginan atau kepentingan pihak-pihak tertentu.

“Jangan karena kepentingan pembangunan kita abaikan lingkungan, itu yang paling penting. Artinya bahwa penataan-penataan wilayah perlu dilakukan dengan baik. Izin membangun itu kan tujuannya adalah untuk penataan lingkungan termasuk adanya peta tata ruang, mana yang layak untuk pembangunan, mana yang layak untuk kawasan hutan, mana yang untuk kawasan penyerapan ini perlu ditata kembali sehingga RTRW daripada kabupaten dan kota itu perlu dilaksanakan. Jangan hanya sebatas simbol-simbol tapi harus dilaksanakan,” tegasnya.

Filep menekankan, bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi dapat menjadi pelajaran berharga untuk semua pihak terutama pemerintah dengan melakukan evaluasi di berbagai aspek termasuk aspek lingkungan dan pengawasan RTRW. Ia berharap pembangunan di Papua akan lebih memperhatikan kedua aspek ini agar keseimbangan kehidupan manusia dan alam tercipta dengan baik. (UWR)

Share This Article

Related Articles

Comments (852)

Leave a Comment