JAKARTA, JAGAPAPUA.COM - Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma melakukan interupsi saat Rapat Paripurna DPD RI pada Jumat (12/7/2024) kemarin. Dalam penuturannya kepada awak media, Filep merupakan orang pertama yang melakukan interupsi lantaran menilai tindakan Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattaliti telah melanggar tata tertib periode 2024-2029.
Sebagaimana diketahui sidang paripurna DPD RI sempat diwarnai kericuhan karena tak sepakatnya para senator soal pengesahan tata tertib DPD RI periode 2024-2029. Interupsi Filep Wamafma kemudian disusul hujan interupsi dari anggota peserta sidang lainnya sehingga membuat suasana memanas saat Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti membacakan draf tata tertib.
Draf tata tertib itu merupakan hasil dari tim kerja (timja) yang pada beberapa waktu lalu merancang perubahan-perubahan aturan. Interupsi hingga protes menghampiri meja pimpinan DPD RI itu muncul ketika sejumlah interupsi dari peserta sidang tidak direspons oleh LaNyalla.
“Saat Paripurna kemarin saya orang pertama yang menyampaikan interupsi. Karena saya menilai adanya sikap pimpinan DPD RI yang diduga melakukan pelanggaran tata tertib. Hal tersebut dipicu sejumlah persoalan yang kemudian sebagai dasar untuk dilakukannya amandemen terbatas Tatib DPD RI, karena itu dalam rapat paripurna dibentuklah panitia khusus (pansus),” ujarnya, Sabtu (13/7/2024).
Ia lantas menjelaskan, dalam tata tertib DPD RI setiap perubahan atau pembentukan peraturan di DPD RI memerlukan pembentukan panitia khusus. Filep yang merupakan salah satu anggota Pansus Tatib DPD RI ini menerangkan setiap pembahasan dan mekanisme kerja internal DPD RI harus sesuai dengan tatib, termasuk harmonisasi dengan panitia perancang undang-undang untuk memastikan bahwa Tatib DPD RI itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Kemudian, dalam tahap harmonisasi telah selesai dilaksanakan oleh Pansus, lalu pada Paripurna hendak disampaikan laporan, namun pimpinan DPD beralasan bahwa masih ada hal yang perlu ditinjau kembali hasil dari pansus, sehingga hasil kerja Pansus diserahkan kepada pimpinan dan selanjutnya pimpinan membentuk Tim Kerja (Timja), nah poin ini keliru dan saya sampaikan kritik. Kalau pimpinan membentuk Timja untuk membentuk Pansus, hal itu tidak diatur bahkan tidak dibenarkan dalam Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2022. Ini pelanggaran Tatib,” urainya.
Pimpinan Komite I DPD RI itu menekankan bahwa Tatib DPD RI harus ditaati sebagai norma tertinggi dalam institusi, sehingga ditempatkan di atas semua kepentingan dan bebas dari kepentingan politis.
“Terkait hal ini, maka pertanyaan saya, pertama kepada Badan Kehormatan DPD RI, apakah penyelewengan tatib oleh Pimpinan DPD RI dikategorikan pelanggaran atau tidak. Yang kedua saya mempertanyakan juga kepada panitia perancang undang-undang, apakah tatib DPD RI yang disusun oleh Timja DPD RI yang dibentuk oleh Ketua DPD RI sudah sesuai dengan mekanisme atau prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan?” katanya.
“Menurut saya memang benar jika Badan Kehormatan mengatakan bahwa langkah yang dilakukan oleh pimpinan DPD RI tidak bertentangan dengan tatib, namun timja yang dibentuk pimpinan harusnya bukan untuk menyusun tatib, karena untuk menyusun tatib DPD RI mewajibkan dibentuknya Pansus. Poin ini adalah kesalahan,” sambungnya.
Selain itu, Filep menuturkan, dugaan pelanggaran itu didukung oleh pengakuan dari panitia perancang undang-undang bahwa tatib yang disusun oleh pimpinan tidak sesuai dengan mekanisme pembentukan tatib pada umumnya termasuk melalui mekanisme harmonisasi.
“Maka dari dua aspek ini ternyata pimpinan yang diketuai oleh LaNyalla kali ini sudah melakukan pelanggaran tata tertib. Hal yang salah ini kemudian ingin dibenarkan melalui pengesahan dalam Paripurna, ketua DPD terkesan memaksakan kehendak tersebut. Ini kan sesungguhnya tidak boleh dibiarkan karena semua mekanisme yang berjalan harus benar dan tidak menyimpang dari tata aturan,” sebutnya.
“Puji syukur karena ketika kita pihak yang menentang termasuk pihak yang ingin mewujudkan kebenaran yang menjunjung norma tertinggi dalam lingkungan DPD RI, akhirnya bisa disepakati dalam paripurna agar hasil kerja tatib oleh Timja maupun Pansus itu akan diharmonisasikan bersama-sama di Panitia Perancang undang-undang,” pungkasnya.
Share This Article