pasang iklan

Wujudkan Pemilu Bersih, KPU dan Bawaslu Perlu Tegakkan Integritas

BINTUNI, JAGAPAPUA.COM - Pada setiap gelaran pemilu, integritas dan kejujuran adalah landasan yang krusial untuk menjaga proses demokrasi tetap berjalan sehat. Namun, praktik kecurangan kian menjadi bayang-bayang pemilu yang merusak kepercayaan masyarakat.

Salah satu bentuk kecurangan yang sering terjadi adalah memberi uang kepada pemilih dengan menggunakan undangan. Dampak dari tindakan tersebut sangat beragam, seperti merusak integritas pemilu, menggerus kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi, membelokkan kehendak rakyat. Pasalnya, praktik ini menyebabkan pemilihan tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat secara benar, melainkan dimanipulasi oleh adanya politik uang.

Selain itu, hal ini juga dapat menciptakan ketidaksetaraan politik yakni calon yang memiliki kekayaan atau pendanaan lebih akan memiliki keunggulan dalam mempngaruhi hasil pemilu, sedangkan suara rakyat biasa terpinggirkan. Kemudian, bisa juga melemahkan legitimasi pemerintahan, yakni pemerintah yang terbentuk dari pemilu yang curang rentan terhadap legitimasi yang rendah dan ketidakstabilan politik.

Dasar hukum yang dimungkinkan dapat menjerat kandidat yang terlibat dalam praktik semacam itu antara lain Undang-Undang Pemilu yang mengatur tentang tindakan kecurangan pemilu, termasuk pembayaran terhadap pemilih.

Kemudian undang-undang anti korupsi, penggunaan dana kampanye yang tidak sah melanggar peraturan pembiayaan kampanye dan pelanggaran etika serta integritas politik. Di beberapa yurisdiksi, terdapat kode etik dan peraturan yang membatasi tindakan politik yang tidak etis, termasuk mempengaruhi pemilih dengan cara yang tidak jujur.

Kandidat yang terlibat dalam praktik ini dapat menghadapi sanksi yang meliputi denda, diskualifikasi dari pemilu hingga tuntutan pidana, tergantung pada hukum yang berlaku di tiap negara. Di Indonesia, undang undang yang mengatur pemilu adalah UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum (UU Pemilu).

Dalam UU tersebut, terdapat ketentuan mengenai pelanggaran pemilu dan sanksi yang diberikan kepada pelaku pelanggaran, termasuk kandidat baik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)

Adapun Undang-Undang Pemilu Nomor 7 tahun 2017 pasal 280 menyebutkan tentang sanksi kandidat yang melakukan pelanggaran dalam Pemilihan Umum, antara lain:

1. Diskualifikasi; KPU berhak membatalkan pencalonan kandidat jika terbukti melakukan pelanggaran yang ditetapkan dalam UU ini.

2. Penghentian pencalonan; KPU dapat menghentikan pencalonan seseorang yang dianggap melanggar ketentuan UU ini.

3. Penolakan formulir pencalonan; KPU berwenang menolak formulir pencalonan yang tidak memenuhi persyaratan administratif atau materil sesuai dengan UU ini.

Pasal 552 menjelaskan UU Pemilu memberikan kewenangan kepada Bawaslu untuk memberikan sanksi administratif terhadap pelanggaram pemilu yang dilakukan oleh kandidat, berupa:

1. Peringatan tertulis; Bawaslu dapat memberikan peringatan tertulis kepada pelaku pelanggaran termasuk kandidat, untuk tidak melakukan pelanggaran tersebut.

2. Pencabutan dukungan; Bawaslu dapat mencabut dukungan politik kepada kandidat yang terbukti melakukan pelanggaran Pemilu.

3. Pengajuan gugatan ke pengadikan; Bawaslu berwewenang untuk mengajukan gugatan ke pengadilan terkait pelanggaran pemilu, termasuk yang dilakukan oleh kandidat.

Sanksi yang diberikan oleh KPU dan Bawaslu kepada kandidat yang terlibat dalam pelanggaran pemilu bertujuan untuk menjaga integritas dan kejujuran proses demokrasi serta memberikn efek jera bagi para pelaku pelanggaran.

Opini ini ditulis oleh Maikel Werbete

Share This Article

Related Articles

Comments (0)

Leave a Comment

Liputan Video

Video Lainnya

Daftar

Gallery