Wagub Papua Barat Mohammad Lakotani, Wakil Ketua DPR Papua Barat, Saleh Siknun, Ketua MRP PB Maxsi Nelson Ahoren dan Kepala Biro Otsus Papua Barat saat pembukaan konsultasi menyangkut perubahan UU Otsus 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua Barat, Senin (27/1/2020). Foto : WPR
MANOKWARI, JAGAPAPUA.COM – Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Biro Otonomi Khusus Setda Papua Barat menggelar kegiatan Konsultasi Pokok-pokok Pikiran tentang Perubahan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus.
Kegiatan tersebut dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Papua Barat Mohammad Lakotani, dihadiri stakeholder dari instansi Pemprov, lembaga masyarakat, akademisi, dan tamu undangan lainnya.
Dalam kesempatan itu pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Papua Barat baru berjalan pada tahun 2008 hingga sekarang tahun 2020 semenjak Provinsi Papua Barat terpisah secara otonom dari Provinsi induk Papua.
Dengan hadirnya Provinsi Papua Barat, maka ditandai melalui adanya perundang-undangan Nomor 35 tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 21 tahun 2001.
Demikian disampaikan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP-PB) Provinsi Papua Barat, Maxsi Nelson Ahoren saat memberikan sambutan pada pembukaan kegiatan konsultasi di salah satu hotel di kabupaten Manokwari, Senin (27/1/2020).
Dijelaskan Ahoren, pada tahun 2020 ini, Otsus di Provinsi Papua Barat telah berumur hampir 12 (dua belas) tahun. Dimana sudah banyak hal yang dilakukan dan berhasil dicapai oleh pemerintah daerah Papua barat.
Untuk itu, Ahoren mengatakan, dibutuhkan istrumen yang disepakati bersama oleh pemerintah Pusat, pemerintah daerah, dan OAP untuk mengukur hasil dan tingkat kepuasan atas manfaatnya.
“Seluruh hasil yang dicapai tidak dapat saya sebutkan satu per satu, harus kita hargai dan berikan apresiasi kepada pemerintah daerah. Keberhasilan itu tidak berdiri sendiri, sebab didalamnya kontribusi besar dari masyarakat Papua Barat, terutama orang asli Papua yang menjadi sasaran Otsus” ungkap Ahoren.
Dia mengingatkan bahwa tujuan Otsus Papua adalah mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi orang asli Papua.
Selain daripada capaian itu, Ahoren mengemukakan kalau pelaksanaan dan capaian Otsus harus jujur untuk diakui. Bahkan harus mengakui bahwa hal-hal mendasar belum dilakukan dan diwujudkan, sehingga disebut sebagai masalah Otsus. Dia berpendapat bahwa masalah Otsus bukan mengenai keadilan dan kepuasan, akan tetapi ketidakadilan yang dihadapi pemerintah daerah sebagai pelaksana dan penanggungjawab Otsus secara utuh.
Oleh karena itu, sebagai lembaga kultur (MRP PB) memiliki tiga pertanyaan besar. Pertama, apakah keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran sebesar-besarnya bagi orang asli Papua sudah mulai nampak terwujud dan OAP merasakan manfaat Otsus.
Kedua, dalam konteks pembagian dan pelaksanaan urusan dan kewenangan pengelolaan pemerintahan daerah yang ada sekarang (dalam UU 21/2001), apakah sudah efektif dan mampu mendukung pemerintahan daerah untuk menciptakan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran sebesar-besarnya bagi OAP?
Tiga, apa wujud “Komitmen Politik Pemerintahan†dari pemerintah dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan Otsus Papua?
“Hal ketiga diatas sebagai pengingat bagi forum resmi ini sekalian dalam mendiskusikan pokok-pokok pikiran yang akan diusulkan untuk perubahan dan penyempurnaan Undang-undang Otsus Papua. (JP/WP)
Share This Article