pasang iklan

Presiden Jokowi Didesak Batalkan Operasi Tempur di Papua

PAPUA, JAGAPAPUA.COM -  Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan operasi siaga tempur darat untuk menghadapi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.

Koalisi ini terdiri dari KontraS, Imparsial, LBH Pers, ICW, LBH Masyarakat, ELSAM, HRWG, PBHI Nasional, ICJR, YLBHI, LBH Jakarta, LBH Malang, WALHI, Setara Institute, Forum Defacto, AJI Jakarta, Public Virtue Institue, Centra Initiative, Amnesty International Indonesia, LBH Talenta Keadilan Papua Nabire, dan LBH Papua

"Koalisi mendesak Presiden dan DPR RI menghentikan operasi tempur dan pendekatan militeristik lainnya untuk menangani situasi keamanan di Papua," kata koalisi dikutip Rabu (19/4/2023).

Koalisi menilai operasi tempur merupakan kebijakan yang akan terus memproduksi kekerasan sehingga akan sulit menghentikan konflik yang sedang memanas. Menurut koalisi, peristiwa baku tembak yang menewaskan prajurit TNI dalam operasi SAR pilot Susi Air Kapten Philips Mehrtens menjadi bahan evaluasi bagi Jokowi dan DPR terkait pendekatan keamanan militeristik yang selama ini dijalankan.

Terlebih, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merilis data terkait konflik bersenjata di Papua yang menyebutkan bahwa sebanyak 22 prajurit TNI-Polri telah gugur sejak 2022 hingga kini. Koalisi sipil menganggap pendekatan keamanan militeristik yang dijalankan selama ini berdampak secara langsung dan tidak langsung terhadap kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap masyarakat di Papua.

Koalisi meminta agar pendekatan keamanan militeristik harus dievaluasi segera dengan upaya penataan ulang terhadap gelar kekuatan pasukan TNI. Hal itu menjadi salah satu agenda penting yang harus dilakukan.

"Selama ini, ada indikasi terjadi peningkatan jumlah kehadiran pasukan TNI yang semakin tidak proporsional seiring dengan terus dijalankannya pemekaran struktur organik dan pengiriman pasukan TNI non-organik dari luar Papua," sebutnya.

Jika dilihat dari sisi legalitas dan akuntabilitas, Koalisi Sipil menyebut pelibatan TNI dalam penanganan Papua memiliki banyak persoalan dan tidak sejalan dengan Pasal 7 Ayat (3) UU TNI.

Selain itu, hingga saat ini pemerintah tidak pernah mengeluarkan kebijakan tertulis terkait dengan pengerahan pasukan TNI ke Papua. Dengan demikian, dari sisi hukum, pelibatan militer tersebut dapat dikatakan ilegal menurut Koalisi Sipil.

Evaluasi operasi keamanan militeristik itu juga harus dibarengi dengan upaya konkret penghentian kekerasan di Papua salah satunya melalui jalan dialog damai bermartabat.

"Sudah saatnya Presiden dan DPR merealisasikan agenda dialog dalam penyelesaian masalah Papua dan bukan menggunakan pendekatan keamanan yang militeristik. Penggunaan pendekatan yang eksesif dan koersif hanya akan memperpanjang daftar pelanggaran HAM," ungkap koalisi sipil.

Seperti diketahui, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono telah meningkatkan status operasi di Papua menjadi operasi siaga tempur darat untuk menghadapi KKB. Status operasi ini ditingkatkan usai KKB melakukan penyerangan terhadap personel TNI pada 15 April yang mengakibatkan seorang personel gugur, 4 luka-luka dan 4 lainnya hilang.

Menurut Yudo, pemberlakuan status operasi ini bertujuan agar naluri tempur prajurit TNI terbangun. Ia menyebut, operasi humanis adalah untuk masyarakat dan bukan untuk kelompok kriminal seperti KKB atau KST di Papua. (UWR)

Share This Article

Related Articles

Comments (970)

Leave a Comment

Liputan Video

Video Lainnya

Daftar

Gallery