Momen Hari Pahlawan, Filep Ingatkan Adanya Penjajahan Gaya Baru

JAGAPAPUA.COM - Setiap tahun di bulan November tepatnya tanggal 10, diperingati perjuangan para pahlawan dalam melawan kolonialisme demi berdiri tegaknya NKRI. Nama-nama besar dari ujung Sumatera hingga Maluku, menghiasi semua buku pelajaran sejarah di dunia pendidikan Indonesia. Ada Tuanku Imam Bonjol, Sutan Sjahrir, Abdul Muis, Muhammad Yamin, Pangeran Antasari, Tjilik Riwut, Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman, R.A. Kartini, Ki Hadjar Dewantara, Bung Tomo, Pattimura, hingga Proklamator Soekarno dan Hatta. Bagaimana dengan Tanah Papua?

Catatan Historia menyebutkan setidaknya ada 5 (lima) pahlawan dari Papua. Ada Frans Kaisiepo, Marthen Indey, Silas Papare, yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 1993. Ada Johannes Abraham Dimara yang digelari pahlawan pada 2010, dan ada Machmud Singgirei Rumagesan dari Papua Barat yang diberi gelar pahlawan pada 2020. Harus kita akui bahwa nama-nama mereka sangat jarang dibicarakan di ruang publik, misalnya dalam pelajaran sejarah, terkecuali dijadikan nama Bandara.

Kaisiepo, dalam catatan sejarah sangat menentang Belanda dan mendukung penyatuan Papua ke Indonesia. Dia menjadi gubernur Irian Barat dan menyukseskan referendum Pepera. Sayangnya, perdebatan mengenai referendum Pepera masih terus bergulir. Marthen Indey, putra Pegunungan Cyclops dan salah satu inspektur polisi, melawan usaha Belanda yang ingin memisahkan Papua dari Indonesia. Mirip dengan perjuangan Kaisiepo, ia mendesak para pejabat NIT (Negara Indonesia Timur) agar tetap mempertahankan Irian Barat.

Silas Papare, putra asli Serui, berjuang bersama Marthen Indey dan Corinus Krey mempengaruhi Batalion Papua untuk mengadakan pemberontakan terhadap Belanda untuk mewujudkan kemerdekaan di Papua. Johannes Abraham Dimara, putra dari Biak, sebagai Ketua Organisasi Pembebasan Irian (OPI), pernah diutus Soekarno ke Irian Barat guna melawan Belanda; namun tertangkap dan dipenjarakan di Boven Digoel.

Rumagesan, putra Kokas, meskipun diangkat Belanda sebagai kepala distrik Kokas, namun ia dengan berani menuntut maskapai minyak Belanda yang membuka pertambangan di Kokas agar mempekerjakan penduduk pribumi. Demikianlah Historia mengisahkan mereka. Tentu saja kepahlawanan mereka dipandang dari konteks besarnya peran mereka dalam menjaga kedaulatan NKRI di tanah Papua.

Tanpa mengurangi rasa hormat, pembacaan sejarah kepahlawanan dari Papua tentu seturut dengan perjuangan membangun harkat dan martabat orang Papua. Karena itu, upaya “pembebasan” masyarakat dari penjajahan harus terus kita rawat termasuk melawan segala bentuk pelanggaran HAM, diskriminasi rasial dan ketidakadilan. Jika para pahlawan dahulu dapat melihat musuh secara kasat mata, maka kini kita harus mewaspadai segala bentuk penjajahan gaya baru. Bisa jadi bentuknya dalam hal investasi, ketidakbijakan aturan atau bentuk lainnya. Tentu, bergantinya era, semakin canggih juga bentuk penjajahannya. Yang pasti, orang-orang yang menjajah tujuannya hanya mengeruk keuntungan pribadi dari Tanah Papua.

Karena itu, momentum hari pahlawan ini selayaknya menjadi pijakan bersama untuk menilik kembali nilai-nilai luhur perjuangan para pahlawan, tetapi perjuangan kita tentu jauh lebih sulit. Seperti kata soekarno “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.

Opini ini ditulis oleh Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma SH., M.Hum.

Share This Article

Related Articles

Comments (762)

Leave a Comment